09/02/11

Salam Hangat

Hai Sobat..
Ternyata sudah terlalu lama saya tidak menilik Blog saya ini.
Banyak yang cerita yang tertinggal selama saya meng-acuhkan blog ini.
Sekarang sudah saatnya saya menghidupkan kembali..
Dengan cerita yang lalu, cerita sekarang dan cerita akan datang..

Hmmm...
Begitu lamanya saya bertapa.. Menghilang dari peredaran..
Bukan saya takut tapi saya sedang mengejar mimpi..
Sebuah mimpi yang saya sendiripun tidak yakin akan mampu saya beli.
Bukan karena Mahal.. Tapi karena begitu sulit mengejarnya..
Bukan karena Takut.. Tapi karena begitu banyak kerikil di kaki saya..
Tapi ini semua justru semakin membuat saya ingin membeli mimpi itu..
Sebab saya hanya punya mimpi..
Dan itu akan saya tuangkan dalam Blog saya yang terlupakan ini..

Do'akan saya..

...Baca lanjutannya »»

17/12/09

Pemancing Ikan Melepas Ikan

"Waaah..neng sudah datang rupanya," sambut Pak Darji seraya mengembangkan senyum sumringahnya.
"Iya Pak," jawabku singkat, "ini Pak saya bawakan kopi panas.. Buat teman mancing.." lanjutku sambil menyodorkan segelas kopi.

Lalu aku duduk disamping Pak Darji yang sedang sibuk memilah cacing untuk umpan ikan nanti.
Kami duduk di pojok danau buatan tadah hujan ini. Waktu aku baru datang, aku cukup kesulitan menemukan Pak Darji. Taman ini cukup luas, aku mengedarkan pandangan mencari sosok tua itu tapi tidak menemukannya. Aku menyeberang lewat titian menuju pulau buatan ditengah danau, berharap pak tua itu ada di balik mini teater. Aah ternyata dia ada di seberang pulau, terpaksa aku berbalik keluar melewati titian tadi dan berjalan memutar menghampiri pak tua itu.

Pak Darji, demikian aku memanggil lelaki tua berumur sekitar 70 tahun atau lebih. Sebenarnya jika melihat dari usianya aku tidak percaya dia sudah setua itu. Pak Darji berperawakan tinggi dan besar, meski sudah termakan usia. Rambutnya kelabu, membuat aku heran.. Mengapa tidak putih seperti uban kakekku.

Pagi ini Pak Darji seperti pagi-pagi sebelumnya, memakai kemeja putih dan bercelana panjang hitam, membawa pancing dan kail serta tak lupa ember kecil berisi cacing. Sudah satu minggu ini aku menemani Pak Darji memancing, memperhatikannya dan mengajaknya ngobrol segala hal.

"kalau tidak salah, Bapak datang ke Taman ini hampir setiap hari ya..?" tanyaku ringan.

"iya neng.."jawabnya, "Bapak mancing disini dari jam 6 pagi neng," lanjut Pak Darji.

"waah..lama juga Pak ya..berarti sudah 2 jam dong Pak. Bapak gak bosan..?" kataku sambil meniup kopi panas.

"Hahaha..ya kalo tidak suka memancing pasti akan bosan. Neng tidak suka memancing ya..?" tanya Pak Darji padaku.

"bagi saya, memancing itu membosankan. Buat apa menunggu ikan matok kail yang belum tentu ikan mau. Kan kalau mau ikan, saya tinggal beli di pasar. Gampang dan cepat..." jawabku dengan nada sok tahu.


Mendengar jawabanku Pak Darji tertawa ringan seraya menyeruput kopi yang aku bawa tadi.

...Baca lanjutannya »»

16/12/09

Bunga Cinta

Oleh : DesyEv

Pagi Hari, 08.00 WITA, Feb'09

"Pagi... Maaf pagi ini aku terlambat datang mengunjungi Mas. Hari ini aku sangat repot, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus aku selesaikan. Aku harap mas mau mengerti..." sapa Dinda padaku.

Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya yang riang saat menghampiriku. Ach...mengapa aku selalu merasa bahagia bila melihatnya tersenyum dan tertawa. Dinda, gadis mungil
berperawakan kecil tapi memiliki senyum yang memikat.

"Iya, tidak apa-apa. Yang terpenting adik tetap datang mengunjungiku."jawabku

"Jelas dong mas...aku pasti datang. Jangan khawatir aku pasti menepati janjiku" sahut Dinda. "Oya mas ini aku bawakan vitamin, biar mas tambah kuat...hehehe..." ujar Dinda sambil menyeringai jahil padaku..

Duh...senyumnya membuat jantungku berdegub 1000 kali lebih keras dari biasanya. Dinda..Dinda...kekasihku tercinta.

"Gimana Mas...pagi ini sudah ada yang datang sebelum aku belum...?"Tanya Dinda.

"Hmmmm...."gumamku pelan

"Lho koq malah hmmmm....apa artinya itu..?"tanya Dinda dengan nada penasaran.

"Hahahaha...adik penasaran ya..."candaku padanya

"Iyalah mas...aku serius tanya sama mas. Ayo jawab siapa yang sudah datang duluan..?"sergahnya


"iya...iya... Tadi pagi Mbok Inah mampir sebentar, dia cuma menyapaku dan berbincang sebentar. Mbok Inah menanyakan adik tadi.. Setelah itu dia langsung pergi." jawabku enteng

"O..Mbok Inah baik ya mas... Dia tidak pernah lupa menjengukmu walaupun cuma sebentar. Ya...mudah-mudahan Beliau diberikan kebahagiaan seperti kita ya mas.." Dinda berkata dengan nada kasih

"Iya dik.. Biar bukan cuma kita saja yang bahagia didunia ini.. Kasihan orang lain kalau kebahagiaan itu kita ambil semua... Hehehehehe..."kataku iseng

"Ah mas ini bisa aja kalau ngomong. Tapi bener juga sih apa kata mas, aku setuju.." kata Dinda.

"Oya...cepat diminum vitaminnya sebelum matahari makin tinggi. Nanti terlambat lho..."ujar Dinda sambil menyodorkan segelas berserta vitamin.

Dengan senang hati aku menerima gelas itu, dalam sekejap ludes tanpa sisa segelas air vitamin cinta dari adikku Dinda tersayang....hehehehe... Aku tersenyum-senyum sendiri membayangkan bagaimana jika aku nanti menikah dengan Dinda. Mungkin kami adalah pasangan yang paling bahagia didunia ini. Betapa bahagianya aku jika mimpi itu segera terwujud.

"Nah gitu dong...langsung habis. Mas makin ganteng deh...hihihi..." ujar Dinda padaku.

"Aduh mas...aku harus pergi sekarang. Tadi aku sudah janji dengan Ibu untuk cepat pulang sebab hari ini keluarga Pakde dari Yogya datang. jadi mau masak besar. Nanti aku bawain buat mas deh... Mas jangan makan dulu ya.. Janji ya... Awas kalau aku datang mas ternyata sudah makan. Aku pasti marah."cerocos Dinda tanpa sempat aku sela.

"Iya. Mas janji tidak makan sebelum kamu datang. Oke.."jawabku berusaha menyenangkan dia

"Hehehehe... Ya sudah aku pergi dulu ya.. Muach.. Sampai nanti mas.."Pamit Dinda.

Sambil bergegas Dinda tak lupa melambaikan tangan dan cium jauhnya padaku.

Ah, Dinda sudah menghilang dibalik kerumunan semak yang menutupi pagar Taman Kota ini. Dalam sekejap sekelilingku sunyi senyap, hanya desir angin melambai menggoyang tubuh kurusku.

Ya...aku kurus seperti tak bertulang. Tubuhku terbungkus kulit tipis tanpa lemak, terkadang tubuh ini tidak mampu menahan dinginnya angin pagi. Tapi aku tidak bisa menolak datangnya hembusan angin itu. Akan terasa hangat saat Dinda mengunjungiku.
Dinda...kekasih hatiku... Gadis termanis yang pernah aku miliki. Entah sampai kapan aku bisa memilikinya.

Tiap kali Dinda datang padaku, hati ini serasa ditusuk seribu jarum..sebab mungkin kedatangannya ini adalah yang terakhir kalinya. Bukan...bukan Dinda yang akan pergi tapi justru aku yang takut bila aku yang akan pergi terlebih dahulu dari Taman Kota ini. Itulah mimpi buruk yang selalu datang menghampiriku. Dan tidak akan pernah hilang meskipun diterpa hujan deras...

Oh..Tuhan. Ijinkan aku pergi saat Dinda berada dihadapanku. Hanya do'a itu yang selalu aku panjatkan.

*****


Siang Hari, 13.00 WITA, Feb'09

Matahari mengintip di ujung ranting pohon beringin di seberangku. Duh, panas sekali.

"Woi matahari...kecilkan sedikit sengatan panasmu. Tubuhku terbakar nih..."Teriakku pada matahari.

Hahahaha...aku tertawa keras sekeras-kerasnya. Bagaimana mungkin matahari mendengar teriakaanku sedangkan dia berada berjuta-juta tahun cahaya dari Bumi tempat aku berpijak saat ini.

"Wuuuuuuusssssss......"desah Pohon Akasia

"Eits...hei pohon akasia mengapa menghela nafas begitu panjang padaku. Ada apa..?"tanyaku pada segerombolan pohon akasia yang hanya berjarak 20 meter dari ku.

"Wuuuuusss...wuuusss...wuussssss..."ujar Pohon Akasia sambil menggoyangkan ranting berdaun kekiri dan kekanan

"Aduuuh...kenapa sedih..? Apa yang membuat kamu bersedih. Kalian kan bergerombol, mengapa bisa sedih bersamaan. Ayo cerita padaku..?"ujarku pada Pohon Akasia.

"wuss..wuuuuuuss..wuueessss..wuuss..wuuss.."jawab Pohon Akasia

"Ah..masa sih. Kenapa kalian bilang begitu. Memangnya siapa yang akan mati..? Rasa-rasanya semua pepohonan dan tumbuhan di Taman Kota ini sehat dan tumbuh bagus. Kan setiap hari Si Tukang Kebun selalu menyiram kalian. Rasanya tidak masuk akal apa yang kalian katakan barusan. Aku tidak percaya...? Coba tunjukkan padaku yang mana yang akan mati..?"cerocosku sewot pada Pohon Akasia.

"wuuss..wusssssss..wuuuuu...wwwwsss...wuuuuuuuuusssss...."lanjut Pohon Akasia.

"Kalian melihat tanda-tanda kematian di salah satu pohon atau tumbuhan di Taman Kota ini..? Yang mana? koq aku tidak melihat. Coba sebentar aku perhatikan satu persatu.."ujarku penasaran.

Sambil menengadahkan wajah aku membuka lebar-lebar mataku meneliti seluruh pohon dan tumbuhan yang ada di Taman Kota ini.

Di hadapanku persis ada si Kembang Sepatu...Hmmm...batangnya utuh tanpa lecet sedikitpun. Daun-daun sepertinya masih rimbun. Oh bunganya...memang sedikit tapi kan saat ini memang musin rontok. Jadi sepertinya Si Kembang Sepatu ini sehat-sehat saja... Lalu siapa ya...?

Kutolehkan ke arah kanan, aku melihat hamparan Si Rumput Jepang nan luas. Hijau.. Pendek.. Tegak berdiri..siap menusuk kaki pejalan kaki yang melanggar aturan Taman Kota yang melarang pengunjung melintasi daerah rerumputan. Wah..si Rumput Jepang mah segar bugar siap bertarung dengan pengunjung. Berarti bukan Si Rumput Jepang..lalu siapa ya...?

Agak serong ke kanan aku melihat deretan Si Pohon Kelapa yang berjarak 10 meter dariku. Ada sekitar 12 Pohon Kelapa, berjajar rapi sesuai shaf nya. Aku melihat helai pelepahnya melambai kekiri dan kekanan mengikuti irama hembusan nafas sang angin..ach...Si Pohon Kelapa sedang bercanda dengan sang angin.
Mungkin sedang uji kekuatan apakah sang angin bisa menumbangkan tubuh elastis Si Pohon Kelapa. Kalau melihat dari postur tubuh dan beban buah yang ada di atasnya, menurutku Si Pohon Kelapa akan menang melawan sang angin. Jadi bukan Si Pohon Kelapa dong...lalu siapa ya...?

Aduuuh...siapa lagi ya.. Rasa penasaran ini membuatku jengkel. Aku edarkan pandangan seluruh penjuru Taman Kota ini, berusaha mencari tanda-tanda kematian. Tapi tidak ada. Sepertinya semua sehat.

Si Pohon Kelengkeng sedang berbunga, sebentar lagi akan berbuah...
Si Pohon Palem Botol sedang tertawa bercanda dengan Si Pohon Kesturi Kecil...
Si Pohon Beringin Junior sedang berleha-leha pada induknya..
Si Pohon...

Aaaah...capek juga mengamati satu persatu penghuni Taman Kota ini.

"Woi..Pohon Akasia beritahu aku siapa yang akan mati. Kalau bercanda jangan keterlaluan dong. Beritahu aku sekarang..?"teriakku pada Pohon Akasia

"Wuuusssss...Wus..wuss.wuus..wuuuusssssssst...!"sahut Si Pohon Akasia

"Apaaaaa...! Di dekatku..? siapa..? yang mana..?"sahutku cepat dengan rasa penasaran yang mulai mengganggu pikiranku.

"Wuuuuuuuuuuuuuuuuuusssssssssss...wuusss...wuuuuuussss....wus..wus..wus.."katanya

"Tadi pagi kalian mendengar orang berbicara tentang racun..? Dalam botol air mineral..? Tapi siapa..? Rasanya dari pagi tadi tidak ada pengunjung Taman Kota ini."kataku penuh tanda tanya.

"Wuuusss..wussst..wwwwuuusss.."jawab Pohon Akasia

"Mbok Inah..? Tidak koq..dia cuma menyapaku sambil lalu saja. Tidak menghampiri siapapun disini, apalagi memberi racun. Betul..aku melihat sendiri koq, Mbok Inah tidak bawa apa-apa.."tegasku

"wwuuuss...wuust..uuussw...wuuuusssssssss..."lanjut Pohon Akasia

"Maksud kalian Dinda kekasih tercintaku itu.. Bukannya kalian tahu bahwa Dinda selalu datang mengunjungiku di pagi hari. Racun...? Dalam botol air mineral...?"aku berpikir keras mengingat-ingat kejadian tadi pagi.

Deg...! Tiba-tiba jantungku bergejolak memberontak seolah hendak keluar dari tubuh kerempangku ini. Seketika keringat dingin membasahi kulit tipisku.
Oh Tuhan betapa takutnya hati ini. Apakah mungkin...?

Ssssuuuuuuit...sehelai daun jatuh di bawahku membuat aku terkejut bukan kepalang. Selang setengah menit kemudian berhelai helai daun berguguran jatuh di bawahku. Aku masih kebingungan..coba menengadah mencari-cari dari mana sumber daun-daun ini. Tidak ada... Kosong, tidak ada tanaman atau tumbuhan yang lebih tinggi dari tempatku berdiri. Ah..mungkin itu daun pohon disebalah sana yang terbang tertiup angin. Aku coba menenangkan hatiku.

Aaaaarrrccchhhhhhhh....teriakku keras. Aku mengerang kesakitan yang menyerang tiba-tiba. Kakiku kaku tak bisa aku gerakkan. Kuliukkan kekanan coba lepaskan rasa kaku ini. Ku banting kekiri coba hentakkan rasa sembilu yang menggerayangi tubuh bagian bawahku.
Keras..sangat keras. Seperti tertanam dalam tanah yang sangat dalam.

Aduuuuhh...tolong... Teriakku sekuat tenaga. Perlahan namun pasti rasa kaku ini merayap kebagian atas tubuhku. Ya Tuhan...tangan ini merasakan jalaran kematian yang menusuk dadaku..

Husss...hhhuuuuuuussss...
Nafasku memburu mengejar udara..
Deg..deg..deeeeggg....
Jantungku berpacu melawan sakit ini..
Haaaaahh...haaaahhh...
Pikiranku melayang meninggalkan sadarku...

"wuuuuussss....wuuuss...wuuusss..."teriak Pohon Akasia padaku

"Tidak apa-apa wahai Pohon Akasia sahabatku.. mungkin memang sudah waktunya. Aku memang sudah tua.. Jangan khawatir sahabat.."jawabku lirih.. Aku melihat Pohon Akasia meroyang membuang seluruh ranting-rantingnya seolah hendak menggapaiku.

"Wwwwuuuuuuuuuuuuuuuuuussssssssssssssssssssss....."jerit Pohon Akasia

"Iya..sekarang aku tahu siapa yang akan mati. Betapa bodohnya aku. Aku sibuk mencari disekelilingku sedangkan kematian sudah merayam melalui kakiku. Tidak apa-apa. Terima kasih kalian sudah memperingatkanku. Mungkin memang harus begini."jawabku pelan berharap dapat menenangkan Pohon Akasia.

"Teman-teman dan sahabatku tercinta. Aku minta janganlah marah pada Dinda, kekasih hatiku tercinta. Aku yakin ini semua bukan karena dia. Mungkin dia tidak tahu bahwa botol air mineral itu berisi racun bukannya vitamin seperti yang dia kira.."ujarku pada sahabatku ini

"Jangan...tolong jangan benci dia. Aku harap kalian bisa menyayanginya seperti aku menyayangi kekasih hatiku ini. Ini adalah permintaan terakhirku pada kalian. Tolong kabulkanlah permintaanku ini.."pintaku kepada mereka

"Wuuuusss..."panggil Pohon Akasia

"Ya.."sahutku pelan

"wuuuuuuuuuusssssssss..."ujar Pohon Akasia

"Tidak..aku tidak kesakitan. Tubuhku memang kaku tak dapat aku gerakkan. Tapi rasa kantuk ini membuat tubuhku ringan. Hati ini bahagia seperti melayang ke udara.. Betapa tidak... Tuhan telah mengabulkan Do'a-do'a ku.. Selama ini aku selalu meminta pada-Nya bahwa aku ingin mati dipelukan kekasih hatiku tercinta. Dan saat ini kematian yang ada di ujung nafasku merupakan pemberian kekasih hatiku tercinta.. Ya..ya..ya...aku bahagia.."kataku dengan nafas tersengal-sengal..

"wuuusss..'''wuuss.."

"wuuuuuusssssssss...."

Aku mendengar teriakan sahabat-sahabatku memanggil namaku. Tapi aku tidak dapat menjawab...aku hanya mampu mengintip dari balik celah mataku yang mulai meredup.

Aahh...
Tubuhku tak merasakan sakit lagi...
Jantungku tak berkejaran berdegup lagi...
Hatiku tak tersadar lagi...
Mataku tak mampu melihat lagi...
Nafasku tak memburu mengejar udara lagi...
Aaaahhh....

Sayup-sayup aku mendengar suara langkah mendekat perlahan menghampiri kematianku..
Oh sayang...Dinda, kekasih hatiku tercinta datang melepas dan mengantarkanku menuju kematianku... Aku tersenyum tak berbentuk merasakan kebahaguaan terakhirku ini...

"Mas..aku datang. Aku bawakan makanan, seperti janjiku. Tapi maaf kan aku mas.. Aku sudah menepati janjiku padamu. Aku menjagamu dan merawatmu selama satu tahun ini. Aku pegang janjiku dan sekarang aku datang menagih janjimu padaku... Janji melepaskanku setelah satu tahun aku berada di sampingmu.."bisik Dinda padaku

"Mas..aku mencintaimu dengan segenap jiwaku. Aku menyayangimu dengan sepenuh hatiku. Satu tahun sudah aku merawat dan menjaga Bunga Cinta kita yang kita tanam di Tanam Kota ini sebelum mas pergi meninggalkanku untuk selamanya."

"Selama ini aku selalu yakin jika mas ada hidup dalam jiwa Bunga Cinta ini. Sekarang saatnya aku melepas Bunga Cinta kita untuk menyusulmu ke alam baka. Biarlah jiwa Bunga Cinta kita ini yang akan bercerita padamu tentang hari-hariku tanpamu. Tentang betapa besarnya cintaku padamu. Dan tentang kehidupan yang harus aku jalani tanpa Mas dan Bunga Cinta kita lagi.."

"Aku mohon bebaskan aku.. Ijinkan aku hidup kembali demi anak kita yang lahir setelah Mas meninggalkanku. Ijinkan aku mas..."

Aaaahhh...aku tertawa keras tak berwujud kala mendengar Dinda, kekasih hatiku tercinta, berkata anak kita.

Oh Tuhan...apakah benar aku memiliki anak yang saat ini ada dalam pelukan Dinda kekasih hatiku tercinta.
Oh Tuhan...cabut nyawaku sekarang juga.. Aku ijinkan Dinda, kekasih hatiku tercinta, melanjutkan hidup demi anakku yang lahir tanpa sempat aku lihat..

Oh Tuhan...terima kasih atas segala yang telah Engkau berikan...

"wwwuuuuuu....wuuuusss....wwwuuuusss...."

"Mas, aku pamit.. Selamat jalan cintaku..."

"wuuusss....wuuusss..."

"Ya..ya..ya..selamat tinggal cintaku, kekasihku, sahabatku semua..."

Hmmm...aku melayang tinggi menjauh dari pijakkan kaki bumi ku..
Sayap-sayap beningku mengembang menerbangkan aku jauh meninggalkan tanah bumi ku..
aaahh...sunyi...senyap...dan sendiri...


****

Sore Hari, 17.00 WITA, Feb'09

"Waduuuh...kenapa lagi ini pohon. Ga ada angin ga ada hujan tahu-tahu mati. Perasaan pagi tadi Bunga Mawar Putih ini masih segar bugar. Koq mati semua ya..."gerutu Si Tukang kebun sambil celingukan mencari-cari sebab matinya Bunga Mawar Putih di Taman Kota ini.
Si Tukang Kebun hanya mampu menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal... Hehehehe..

****

...Baca lanjutannya »»

Blog Archive

Gosip..............